Mngenai Kode Etik Wartawan dan Penyiaran

Posted by Damar Iradat Thursday 25 November 2010 0 komentar

Akhir-akhir ini banyak berita-berita tentang wartawan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik. Seperti yang dikatakan oleh Bagir Manan pada koran Pikiran Rakyat (2/11) kode etik jurnalistik tidak hanya berfungsi sebagai instrument penjaga kepercayaan publik, tetapi juga sebagai penegak disiplin bagi pekerja pers “Kode etik jurnalistik membuat para pekerja pers melakukan penyaringan secara pribadi (self censorship) sebelum memberitakannya kepada khalayak,” katanya.

Mengkhususkan kasus-kasus yang terjadi pada wartawan-wartawan televisi dan tayangan-tayangan yang beberapa bulan kebelakang tidak menaati kode etik jurnalistik, saya mencoba mencari tahu bagaimana pandangan seorang dosen muda dan reporter seperti Abie Besman menanggapinya. Abie Besman yang sekarang menjadi kordinator liputan ANTV dan dosen etika pers di jurusan Jurnalistik Fakultas ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran.

Menurutnya, kelemahan utama seorang wartawan adalah uang, “Semua wartawan itu kelemahannya uang dan saking butuhnya uang itu dia bisa jadi mengorbankan kode etiknya dan harga dirinya.” Tambah Abie.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut petikan wawancara saya dengan dengan Abie Besman di depan gedung 1 Fikom Unpad, pada hari Jumat (12/11).

Dalam Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Konteks cabul dan sadis dalam pemberitaan menurut Anda sendiri bagaimana?

Cabul dan sadis berawal dari norma kesusilaan, jadi, ya kalau diterapkan di Indonesia sistem undang-undang pers adalah yang tidak melanggar kode etik dan norma itu sendiri. Yang umumnya kecabulan itu tidak harus ke agama, tapi ke adat, karena cabul menurut kita dan orang barat pasti beda. Mungkin begini, negara kita itu berubah, seperti dulu film Dono, Kasino, Indro memegang bokong wanita, mungkin pada waktu itu lucu, tetapi sekarang kalau melakukan seperti itu lagi pasti akan dianggap cabul.

Bagaimana dengan program-program berita kriminal yang menyajikan kekerasan pada jam-jam siang, ketika anak-anak pulang sekolah dan kemudian menontonnya?

Secara pribadi saya tidak suka, tidak ada efek positifnya, tetapi kalau melihat industri beberapa tahun terakhir ini berita kriminal pasti ada di tiap-tiap televisi dan jam-jam tayangnya jam-jam primetime, sekarang ini malah berkurang bukan makin banyak, dan jam-jam tayangnya pun digeser tidak lagi pada jam-jam primetime, dengan bergesernya jam-jam tayang mereka bisa dipastikan acara-acara seperti ini mulai tidak laku.

Anda tidak setuju dengan cara pengemasan berita-berita kriminal, berarti berita-berita tentang penangkapan teroris yang ditayangkan secara live di televisi juga tidak setuju?

Memang harus live? Live itu tuntutan industri. Masyarakat nggak butuh gambar-gambar orang berdarah, orang ketembak, masyarakat butuh informasi. Jangankan yang live, film-film yang berbau kekerasan kita tentang.

Kasus video porno yang dilakukan oleh Ariel pada waktu itu tidak hanya masuk ke dalam infotainment, tetapi juga menjadi pemberitaan nasional, malah saya pernah melihat kasus Ariel ini sampai masuk ke dalam siaran berita Al-Jazeera, apa itu tidak melanggar pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang menyiarkan berita tentang kecabulan?

Sebenarnya ini lebih mengandung kepada unsur who, bukan unsur what atau unsur how. Semuanya adalah selebritis, tokoh masyarakat. Kalaupun gini, memang beritanya mengandung unsur kecabulan, tapi kan kok bisa-bisanya seorang tokoh masyarakat melakukan hal seperti itu, cuman memang banyak yang mengarah ke pembunuhan karakter bukan lagi percontohan. Sekarang gini, fungsi media kan memberitakan dan mengkritisi.

Kasus intervensi yang katanya dilakukan oleh Patrialis Akbar Menteri Hukum dan Ham kepada tayangan SIGI episode “Bisnis Seks di Balik Jeruji”, bagaimana menurut pandangan Anda?

Tidak ada yang berhak untuk membatasi sebuah informasi, tetapi kalau itu dibatasi oleh perusahaannya apa boleh buat? Saya tidak menyangkal itu sebab itu bisa dilakukan, karena dia yang punya kebijakan.

Walaupun akhirnya berhasil ditayangkan, terdengar kabar narasumber mendapat kekerasan di dalam penjara, apakah ada kesalahan dari pihak wartawannya?

Itu ada sedikit ketimpangan di kita, seharusnya kan narasumber sudah masuk LPSK, tetapi ya negara kita masih berkembang lah untuk perlindungan narasumber dan saksi belum maksimal.

Jadi wartawan membawa nama perusahaan bukan nama pribadi?

Dalam hal ini iya.

Tetapi kan dalam pasal 1 Kode Etik Jurnalistik dijelaskan bahwa wartawan harus bekerja secara independen?

Independen itu apa sih? Bekerja sendiri kan? Mau digaji nggak? (tertawa) itu emang nggak pernah ketemu itu. Kalau memang ingin profesional lebih baik freelance, kalau bergabung dengan media yang lebih besar itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dihindari.

Bagaimana pendapat Anda dengan para pencari berita infotainment? mereka mencari, dan mengolah berita, tetapi tidak menghargai hak-hak narasumber, tetapi dalam kasus lain mereka mendapat amanah dari masyarakat yang selalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi orang-orang terkenal?

Selain amanah jangan lupakan kepentingan publik, kalau cuman amanah doang gampang , tetapi ini kepentingan publik, misalnya ada seorang artis menikah lalu dibahas masalah-masalahnya, itu bukan kepentingan publik lagi itu sudah character assassinaton.

Jadi menurut Anda infotainment termasuk kegiatan jurnalistik?

Ada kegiatan jurnalistiknya, tetapi dengan digabung dengan yang lain-lain itu tidak lagi murni kegiatan jurnalistik.

Pada berita di TvOne yang menyebarkan berita yang tidak benar, dan juga tayangan Silet sehingga membuat kepanikan warga Yogyakarta, apa pandanganAnda?

Kalau TvOne kurang pengalaman aja ya, dia menyebut abu vulkanik dengan wedhus gembel itu karena dia tidak tahu kali ya. Kalau Silet, saya jamin orang-orangnya (maaf) goblok semua, nggak penting ya menyebut Yogya kota malapetaka.

Berarti kalau dari TvOne yang kurang profesional dari wartawannya sendiri atau dari TvOne-nya?

Dua-duanya, cuman kalau kemarin lebih ke wartawannya karena salah ngomong dan lagi live, lagi-lagi kecelakaan live. Jadi menurut saya kalau ingin live seorang wartawan harus matang. Lihat televisi-televisi asing, reporternya nggak cantik-cantik, nggak ganteng-ganteng, tapi udah matang-matang yang ngomongnya padet.

Sebagai kordinator liputan ANTV, adakah bawahan Anda yang melanggar kode etik?

Kalau di produk sih udah nggak lihat lagi ya dalam kontrol saya, kalau di lapangan saya kurang tahu.

Anda sendiri kalau melihat ada bawahan Anda yang melanggar kode etik apa yang akan anda lakukan?

Saya kasih teguran, dan teguran itu macam-macam, bisa teguran individu atau teguran dari kantor yang tertulis, cuma itu pasti saya lakukan kalau ada anak buah saya yang melanggar. Itu nggak bisa dibiarkan, karena jika kita ingin menjadi profesional ya dengan mematuhi kode etik.

Ada solusi untuk wartawan yang melanggar kode etik?

Saya nggak bisa ngomong itu ya, karena kebanyak orang-orang yang bekerja sebagai wartawan itu dimana-mana gajinya kecil, semua wartawan itu kelemahannya uang dan saking butuhnya uang itu dia bisa jadi mengorbankan kode etiknya, harga dirinya. Jurnalisme di negara kita itu sedang berkembang, jadi bagaimana anak kecil yang sedang dewasa, asal jangan melenceng.

Anda sendiri sudah menaati Kode Etik Jurnalistik?

Saya sendiri sejauh ini masih mencoba, nggak ada yang bisa, karena itulah hidup kadang-kadang ada aja godaan untuk nakal.
[...]