Agama dan Kekerasan

Posted by Damar Iradat Sunday 13 February 2011 2 komentar

Setelah seminggu kemarin banyak berita tentang kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari penyerangan pengikut Ahmadiyah di Cikeusi, Pandeglang, Banten hinnga kekerasan yang terjadi di Temanggung, membuat saya bertanya-tanya. Mengapa harus ada kekerasan yang mengatasnamakan agama?

Memang kekerasan yang mengatasnamakan agama sudah sering terjadi di Indonesia, seperti yang waktu itu terjadi di Sampit, bagaimana dua agama bentrok yang berujung kepada banyaknya korban jiwa.

Pada kasus Ahmadiyah memang banyak yang tidak tahu lebih dalam tentang Ahmadiyah. Kalau boleh berpendapat, mereka yang mengikuti ajaran Ahmadiyah tidak perlu dikucilkan atau disalahkan. Bagi mereka yang menganut agama Islam mungkin mereka merasa terhina dimana mereka menyebut Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah nabi Muhammad, padahal seperti yang kita tahu, nabi Muhammad adalah nabi terakhir umat muslim. Namun, setelah saya melihat tayangan di Metro Tv, Minggu, 13/2 pukul 18.45 (saya lupa nama acaranya apa) disebutkan bahwa dalam Ahmadiyah juga terdapat dua aliran, yang pertama aliran yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah nabi Muhammad, dan satunya lagi hanya mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah seorang guru agama dan pendiri aliran Ahmadiyah.

Mungkin dari pandangan orang islam yang tahu betul tentang islam aliran tersebut adalah salah. Namun, yang harus diperhatikan adalah dimana kita hidup ini yang mengakui negara demokrasi, negara yang bebas berpendapat. Mungkin dalam tafsiran saya, demokrasi ini juga termasuk bagaimana seseorang memilih agama yang akan dianutnya. Saya pernah berbincang dengan teman saya mengenai demokrasi ini. Teman saya bilang, agama yang selama kita anut ini adalah agama ibu atau agama orang tua, ketika kita lahir ke bumi dan kita diajari agama yang ibu kita anut.

Mungkin sewaktu kita kecil kita sudah diberikan tentang agama yang dipilih oleh orang tua kita, lalu kenapa kita tidak memilih agama itu sendiri? Padahal kita juga diberi kebebasan untuk beragama, bukannya kalau begitu kita tidak diberikan kebebasan kita untuk memilih agama apa yang kita anggap benar?

Bagaimana bisa kita yang hidup di dalam negara yang ber-Pancasila dan demokrasi ini tidak mentolerir agama yang ada? Saya selalu berfikir apa sistem negara ini yang salah atau orang-orang yang menafsirkannya salah. Kalau saya yang menafsirkan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa itu walaupun agama di Indonesia ini beragam, tetapi sebenarnya Tuhan hanya satu. Mungkin ajaran dan cara berdoanya yang berbeda, tetapi tujuannya hanya satu kan?

[...]

Membangun Asa dari Bawah

Posted by Damar Iradat Tuesday 11 January 2011 1 komentar

Euforia piala AFF belum berakhir. Meski Indonesia kalah di final melawan Malaysia dengan agreggat 4-2, tetapi permainan cantik dan menawan yang ditampilkan oleh Firman Utina cs masih terbesit di benak masyrakat Indonesia.

Tak terkecuali di Bekasi, kota yang terletak di pinggir Jakarta ini memiliki salah satu Sekolah Sepak Bola yang dibilang sudah terbukti melahirkan bintang. SSB Tunas Patriot. Ya, SSB ini mungkin sudah terkenal di kalangan masyarakat Bekasi. SSB Tunas Patriot sendiri sudah berdiri sejak 10 Agustus 1998, didirikan oleh mantan pemain Timnas Indonesia Maman Suryaman.

Tunas Patriot atau TP ini sudah menghasilkan salah satu calon bintang Indonesia, Munadi. Munadi yang sekarang bermain untuk Persib Bandung U-21 adalah salah satu lulusan TP. Pada seleksi Tim Nasional U-23 kemarin Munadi juga termasuk salah satu pemain yang ikut seleksi.

Tempat latihan SSB Tunas Patriot ini bisa dibilang masih kurang sarana dan fasilitas. Lapangan yang dipakai untuk berlatih bibit-bibit pemain sepak bola ini masih terlihat becek dan kurang memadai. "Fasilitas emang masih kurang, dana bantuan dari pemkot juga nggak ada," jelas Jaylani salah satu pelatih SSB Tunas Patriot. Padahal jika dilihat dari sepak bola di Eropa, para pemain muda mereka dibina dengan sarana dan fasilitas yang memadai.

Mungkin dengan maraknya SSB di Indonesia prestasi yang sudah lama kita impikan bisa terwujud. Apalagi dengan dorongan orang tua yang begitu mendukung anak-anaknya bermain sepak bola. Semoga saja anak-anak berbakat di Indonesia bisa memuaskan dahaga yang selama ini kita impikan.
[...]

Berjualan Es Buah Karena Kebutuhan

Posted by Damar Iradat Thursday 9 December 2010 0 komentar

Ketika zaman semakin menuntut kita untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bisa dibilang sangat susah untuk mendapatkan uang untuk hidup. Apalagi di Indonesia tingkat pengangguran di Indonesia masih mencapai angka 10%.

Asep (28), salah seorang yang bisa dibilang pengangguran karena pekerjaannya yang hanya berjualan es buah dan pisang ijo di Jatinangor. Ia biasa berjualan di depan Alfamart Sayang. Ia mengaku sudah berjualan es buah dan pisang ijo ini dari 4 tahun yang lalu ketika ia mencoba peruntungan di Jatinangor. Asep memang bukan penduduk asli Jatinangor, ia berasal dari Garut.

Asep ini anak keenam dari tujuh bersaudara. Keluarganya banyak yang menjadi guru honorer, seperti bapaknya, dua kakanya dan satu adiknya, sisanya ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, ibu rumah tangga dan satu lagi tidak bekerja.

Asep yang hanya lulusan Sekolah Menengah Atas ini mengaku sebenarnya ingin sekali melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun biaya yang mahal membuat Asep putus sekolah. Setelah lulus sekolah ia sempat mencoba peruntungan di daerah Rangkasbitung untuk mencari pekerjaan yang layak, namun hanya bertahan 7 bulan lalu kembali lagi ke Garut.

Setelah sampai di Jatinangor ia mulai berdagang es buah dan pisang ijo, usaha ini sebenarnya sudah dilakukan oleh dua orang temannya sebelumnya. Ia hanya melanjutkan usaha temannya itu. Berjualan es buah dan pisang ijo memang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, “untungnya ga tentu, kadang laku kadang juga ga. Belum lagi harus bayar uang sewa disini sama setor ke yang punya gerobak,” tambah Asep. Apalagi keadaan sekarang yang katanya pembeli berkurang, padahal mahasiswa semakin banyak. Banyak pedagang yang menjual es buah sama dengannya lah yang membuat dagangannya kurang laku akhir-akhir ini, padahal waktu awal-awal berdagang pembeli lebih banyak, walaupun mahasiswa masih sedikit.

Menjadi pedagan es buah memang bukan pilihan hidupnya, tetapi ia harus tetap bertahan hidup dengan cara berjualan itu. Padahal ia sempat menjadi guru honorer di daerah asalnya, namun penghasilannya ketika itu tidak mencukupi kebutuhannya. Gaji Rp 125.000 per bulan, tetapi ongkos yang harus dikeluarkan Asep ketika hendak mengajar saja sampai Rp 20.000 per hari. “Waktu itu saya ngajar di sisi gunung, di daerah Dano. Jadi gajinya cuma abis diongkos aja. Kalau ga ada duit ya jalan,” tambahnya.

[...]

Mngenai Kode Etik Wartawan dan Penyiaran

Posted by Damar Iradat Thursday 25 November 2010 0 komentar

Akhir-akhir ini banyak berita-berita tentang wartawan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik. Seperti yang dikatakan oleh Bagir Manan pada koran Pikiran Rakyat (2/11) kode etik jurnalistik tidak hanya berfungsi sebagai instrument penjaga kepercayaan publik, tetapi juga sebagai penegak disiplin bagi pekerja pers “Kode etik jurnalistik membuat para pekerja pers melakukan penyaringan secara pribadi (self censorship) sebelum memberitakannya kepada khalayak,” katanya.

Mengkhususkan kasus-kasus yang terjadi pada wartawan-wartawan televisi dan tayangan-tayangan yang beberapa bulan kebelakang tidak menaati kode etik jurnalistik, saya mencoba mencari tahu bagaimana pandangan seorang dosen muda dan reporter seperti Abie Besman menanggapinya. Abie Besman yang sekarang menjadi kordinator liputan ANTV dan dosen etika pers di jurusan Jurnalistik Fakultas ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran.

Menurutnya, kelemahan utama seorang wartawan adalah uang, “Semua wartawan itu kelemahannya uang dan saking butuhnya uang itu dia bisa jadi mengorbankan kode etiknya dan harga dirinya.” Tambah Abie.
Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut petikan wawancara saya dengan dengan Abie Besman di depan gedung 1 Fikom Unpad, pada hari Jumat (12/11).

Dalam Kode Etik Jurnalistik disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Konteks cabul dan sadis dalam pemberitaan menurut Anda sendiri bagaimana?

Cabul dan sadis berawal dari norma kesusilaan, jadi, ya kalau diterapkan di Indonesia sistem undang-undang pers adalah yang tidak melanggar kode etik dan norma itu sendiri. Yang umumnya kecabulan itu tidak harus ke agama, tapi ke adat, karena cabul menurut kita dan orang barat pasti beda. Mungkin begini, negara kita itu berubah, seperti dulu film Dono, Kasino, Indro memegang bokong wanita, mungkin pada waktu itu lucu, tetapi sekarang kalau melakukan seperti itu lagi pasti akan dianggap cabul.

Bagaimana dengan program-program berita kriminal yang menyajikan kekerasan pada jam-jam siang, ketika anak-anak pulang sekolah dan kemudian menontonnya?

Secara pribadi saya tidak suka, tidak ada efek positifnya, tetapi kalau melihat industri beberapa tahun terakhir ini berita kriminal pasti ada di tiap-tiap televisi dan jam-jam tayangnya jam-jam primetime, sekarang ini malah berkurang bukan makin banyak, dan jam-jam tayangnya pun digeser tidak lagi pada jam-jam primetime, dengan bergesernya jam-jam tayang mereka bisa dipastikan acara-acara seperti ini mulai tidak laku.

Anda tidak setuju dengan cara pengemasan berita-berita kriminal, berarti berita-berita tentang penangkapan teroris yang ditayangkan secara live di televisi juga tidak setuju?

Memang harus live? Live itu tuntutan industri. Masyarakat nggak butuh gambar-gambar orang berdarah, orang ketembak, masyarakat butuh informasi. Jangankan yang live, film-film yang berbau kekerasan kita tentang.

Kasus video porno yang dilakukan oleh Ariel pada waktu itu tidak hanya masuk ke dalam infotainment, tetapi juga menjadi pemberitaan nasional, malah saya pernah melihat kasus Ariel ini sampai masuk ke dalam siaran berita Al-Jazeera, apa itu tidak melanggar pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang menyiarkan berita tentang kecabulan?

Sebenarnya ini lebih mengandung kepada unsur who, bukan unsur what atau unsur how. Semuanya adalah selebritis, tokoh masyarakat. Kalaupun gini, memang beritanya mengandung unsur kecabulan, tapi kan kok bisa-bisanya seorang tokoh masyarakat melakukan hal seperti itu, cuman memang banyak yang mengarah ke pembunuhan karakter bukan lagi percontohan. Sekarang gini, fungsi media kan memberitakan dan mengkritisi.

Kasus intervensi yang katanya dilakukan oleh Patrialis Akbar Menteri Hukum dan Ham kepada tayangan SIGI episode “Bisnis Seks di Balik Jeruji”, bagaimana menurut pandangan Anda?

Tidak ada yang berhak untuk membatasi sebuah informasi, tetapi kalau itu dibatasi oleh perusahaannya apa boleh buat? Saya tidak menyangkal itu sebab itu bisa dilakukan, karena dia yang punya kebijakan.

Walaupun akhirnya berhasil ditayangkan, terdengar kabar narasumber mendapat kekerasan di dalam penjara, apakah ada kesalahan dari pihak wartawannya?

Itu ada sedikit ketimpangan di kita, seharusnya kan narasumber sudah masuk LPSK, tetapi ya negara kita masih berkembang lah untuk perlindungan narasumber dan saksi belum maksimal.

Jadi wartawan membawa nama perusahaan bukan nama pribadi?

Dalam hal ini iya.

Tetapi kan dalam pasal 1 Kode Etik Jurnalistik dijelaskan bahwa wartawan harus bekerja secara independen?

Independen itu apa sih? Bekerja sendiri kan? Mau digaji nggak? (tertawa) itu emang nggak pernah ketemu itu. Kalau memang ingin profesional lebih baik freelance, kalau bergabung dengan media yang lebih besar itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dihindari.

Bagaimana pendapat Anda dengan para pencari berita infotainment? mereka mencari, dan mengolah berita, tetapi tidak menghargai hak-hak narasumber, tetapi dalam kasus lain mereka mendapat amanah dari masyarakat yang selalu ingin tahu tentang kehidupan pribadi orang-orang terkenal?

Selain amanah jangan lupakan kepentingan publik, kalau cuman amanah doang gampang , tetapi ini kepentingan publik, misalnya ada seorang artis menikah lalu dibahas masalah-masalahnya, itu bukan kepentingan publik lagi itu sudah character assassinaton.

Jadi menurut Anda infotainment termasuk kegiatan jurnalistik?

Ada kegiatan jurnalistiknya, tetapi dengan digabung dengan yang lain-lain itu tidak lagi murni kegiatan jurnalistik.

Pada berita di TvOne yang menyebarkan berita yang tidak benar, dan juga tayangan Silet sehingga membuat kepanikan warga Yogyakarta, apa pandanganAnda?

Kalau TvOne kurang pengalaman aja ya, dia menyebut abu vulkanik dengan wedhus gembel itu karena dia tidak tahu kali ya. Kalau Silet, saya jamin orang-orangnya (maaf) goblok semua, nggak penting ya menyebut Yogya kota malapetaka.

Berarti kalau dari TvOne yang kurang profesional dari wartawannya sendiri atau dari TvOne-nya?

Dua-duanya, cuman kalau kemarin lebih ke wartawannya karena salah ngomong dan lagi live, lagi-lagi kecelakaan live. Jadi menurut saya kalau ingin live seorang wartawan harus matang. Lihat televisi-televisi asing, reporternya nggak cantik-cantik, nggak ganteng-ganteng, tapi udah matang-matang yang ngomongnya padet.

Sebagai kordinator liputan ANTV, adakah bawahan Anda yang melanggar kode etik?

Kalau di produk sih udah nggak lihat lagi ya dalam kontrol saya, kalau di lapangan saya kurang tahu.

Anda sendiri kalau melihat ada bawahan Anda yang melanggar kode etik apa yang akan anda lakukan?

Saya kasih teguran, dan teguran itu macam-macam, bisa teguran individu atau teguran dari kantor yang tertulis, cuma itu pasti saya lakukan kalau ada anak buah saya yang melanggar. Itu nggak bisa dibiarkan, karena jika kita ingin menjadi profesional ya dengan mematuhi kode etik.

Ada solusi untuk wartawan yang melanggar kode etik?

Saya nggak bisa ngomong itu ya, karena kebanyak orang-orang yang bekerja sebagai wartawan itu dimana-mana gajinya kecil, semua wartawan itu kelemahannya uang dan saking butuhnya uang itu dia bisa jadi mengorbankan kode etiknya, harga dirinya. Jurnalisme di negara kita itu sedang berkembang, jadi bagaimana anak kecil yang sedang dewasa, asal jangan melenceng.

Anda sendiri sudah menaati Kode Etik Jurnalistik?

Saya sendiri sejauh ini masih mencoba, nggak ada yang bisa, karena itulah hidup kadang-kadang ada aja godaan untuk nakal.
[...]

Jangan Mengukur Bahagia dari Materi

Posted by Damar Iradat Wednesday 26 May 2010 0 komentar

Tak selalu si Kaya bahagia
Tak selalu si Miskin menderita
Karena kebahagiaan tidak diukur dari MATERI
Hidup akan selalu berputar, ada kalanya si Kaya akan menjadi si Miskin dan si Miskin pun bisa menjadi si Kaya tinggal bagaimana kita mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan.
[...]

UAN

Posted by Damar Iradat Saturday 8 May 2010 0 komentar


Setelah kemarin gue liatin twit ade gue yang masih SMP, gue rada geli sendiri anak SMP jaman sekarang yang udah bisa make BB, udah ngerti twitteran ga kayak jaman gue SMP yang namanya dunia internet dan social networking aja gue ga tau. Hehe.

Di twit ade gue itu isinya ga lain tentang kelulusan UN yang baru kemarin pengumumannya, Alhamdulillah dia lulus, tapi setelah gue liat berita dimana-mana yang gue liat tingkat kelulusan UAN SMP menurun tahun ini kayak SMA.

Siapa yang salah? Sistem pendidikan di Indonesia apa para guru-guru yang mengajar? Kalo nyalahin sistem pendidikan di Indonesia kita ga bisa sepenuhnya nyalahin, para menteri juga udah kerja keras nentuin sistem itu. Nyalahin guru? Guru udah ngasih ilmu yang mereka punya. Terus dimana letak kesalahan para murid-murid yang menyepelekan Ujian Akhir Nasional?

Apa mereka kurang giat belajar? Atau terlalu asik bermain dengan fasilitas baru mereka? Jadi siapa yang harus disalahkan? Sistem pendidikan? Pengajara? Atau para peserta Ujian itu sendiri?

[...]

Seleksi Masuk Universitas Padjajaran

Posted by Damar Iradat Wednesday 5 May 2010 0 komentar



Jatinangor, 5 Mei 2010

Pagi yang hiruk pikuk menyambut gue, Dira, Ijul dan Uswa. Riweuh karena semalem tidur larut gara-gara suatu hal yang harus kita selesaikan. Tiba-tiba kita semua inget setelah kemarin hari Selasa tanggal 4 Mei 2010 yang seharusnya pengumuman SMUP diundur jadi hari ini.

Dira nyoba cek Ubertwitter pengen tau siapa aja yang keterima lewat jalur SMUP. Gue akhirnya inget-inget setahun kebelakang waktu gue juga lagi hot-hot nya nyoba masuk Unpad lewat jalur SMUP, waktu itu tanggal 25 Juni 2009 jam setengah 12 malem gue di sms Isti nanya nomor peserta gue, gue sendiri ga berani ngecek, tapi setelah itu Isti yang lihat hasil pengumuman gue, dia sms isinya kalo ga salah gini "Mar lo keterima! Ciee anak UNPAD" masih setengah ga percaya kalo gue keterima, dan akhirnya gue nyoba cek sendiri itu pengumuman, dan bener gue keterima langsung aja gue teriak, sujud syukur, bangunin orang rumah. Euforia yang bener-bener ga bisa digambarin waktu itu.

Dan setelah tadi pagi gue liat twitter orang-orang yang katanya ade kelas gue banyak juga yang keterima lewat SMUP gue jadi ketawa sendiri kalo inget tahun lalu.

Ya selamat buat temen-temen yang udah keterima lewat jalur SMUP, yang ga keterima jangan nyerah, SMUP bukan satu-satunya tes buat masuk Unpad.

[...]