Kisah David dan Telefon Umum

Posted by Damar Iradat Sunday 11 April 2010 0 komentar

Cerita ini awalnya gue baca dari email yang dikirim bokap gue, gue bacanya terharu, jadi mikir kalo gue selama ini salah cuma bisa minta duit doang ke orang tua, dan gue pengen kayak si David yang bakalan lo baca dibawah ini. Nikmati cerpen dibawah ini ya! Enjoy.


David kuliah di fakultas perdagangan Arlington USA. Kehidupan kampusnya,
terutama mengandalkan kiriman dana bulanan secukupnya dari orang tuanya.
Entah bagaimana, sudah 2 bulan ini rumah tidak mengirimi uang ke David lagi.
Di kantong David hanya tersisa 1 keping dollar saja. David dengan perut
keroncongan berjalan ke bilik telepon umum, memasukkan seluruh dananya,
yaitu satu keping uang logam itu, ke dalam telepon.

“Halo, apa kabar?” telpon telah tersambung, ibu David yang berada ribuan km
jauhnya berbicara. David dengan nada agak terisak berkata: “Mama, saya tidak
punya uang lagi, sekarang lagi bingung karena kelaparan.” Ibu David berkata:
“Anakku tersayang, mama tahu.” “Sudah tahu, kenapa masih tidak mengirim
uang?” David baru saja hendak melontarkan dengan penuh kekesalan pertanyaan
tersebut kepada sang ibu, mendadak merasakan perkataan ibunya mengandung
sebuah kesedihan yang mendalam. Firasat David mengatakan ada yang tidak
beres, ia cepat-cepat bertanya, “Mama, apa yang telah terjadi di rumah?” Ibu
David berkata, “Anakku, papamu terkena penyakit berat, sudah lima bulan ini,
tidak saja telah meludeskan seluruh tabungan, bahkan karena sakit telah
kehilangan tempat kerjanya, sumber penghasilan satu-satunya di rumah telah
terputus. Oleh karena itu, sudah 2 bulan ini tidak mengirimimu uang lagi,
Mama sebenarnya tidak ingin mengatakannya kepadamu, tetapi kamu sudah
dewasa, sudah saatnya mencari nafkah sendiri.” Ibu David berbicara sampai
disitu, tiba-tiba menangis tersedu sedan. Di ujung telepon lainnya, air mata
David juga “tes”, “tes” tak hentinya menetes, dan ia berpikir Kelihatannya
saya harus drop out dan pulang kampung.” David berkata kepada ibunya, “Mama,
jangan bersedih, saya sekarang juga akan mencari pekerjaan, pasti akan
menghidupi kalian.” Kenyataan yang pahit telah membuat David terpukul hingga
pusing tujuh keliling. Masih 1 bulan lagi, semester kali ini akan selesai,
jikalau memiliki uang, barang 8 atau 10 dollar saja, maka David mampu
bertahan hingga liburan tiba, kemudian menggunakan 2 bulan masa liburan
untuk bekerja menghasilkan uang. Akan tetapi sekarang 1 sen pun tak punya,
mau tak mau harus drop out. Pada detik ketika David mengatakan “Sampai
jumpa” kepada ibunya dan meletakkan gagang telpon itu, sungguh luar biasa
menyakitkan, karena prestasi kuliahnya sangat bagus, selain itu ia juga
menyukai kehidupan di kampus fakultas perdagangan Arlington tersebut.

Sesudah meletakkan gagang telpon, pesawat telpon umum tersebut mengeluarkan
bunyi gaduh, David dengan terkejut dan terbelalak menyaksikan banyak keping
dollar menggerojok keluar dari alat itu. David berjingkrak kegirangan,
segera menjulurkan tangannya menerima uang-uang tersebut. Sekarang, terhadap
uang-uang itu, bagaimana menyikapinya? Hati David masih merasa sangsi,
diambil untuk diri sendiri, 100% boleh, pertama: karena tidak ada yang tahu,
ke dua: dirinya sendiri betul-betul sedang membutuhkan. Namun setelah bolak-
balik dipertimbangkan, David merasa tidak patut memilikinya. Setelah melalui
sebuah pertarungan konflik batin yang hebat, David memasukkan salah satu
keping dolar itu ke dalam telepon dan menghubungi bagian pelayanan umum
perusahaan telepon. Mendengar penuturan David, nona petugas pelayanan umum
berkata, “Uang itu milik perusahaan telepon, maka itu harus segera
dikembalikan (ke dalam mesin telepon).” Setelah menutup telepon, David
hendak memasukkan kembali keping logam uang itu, tetapi sekali demi sekali
uang dimasukkan, pesawat otomat itu terus menerus memuntahkannya kembali.
Sekali lagi David menelepon, dan petugas pelayanan umum yang berkata, “Saya
juga tak tahu harus bagaimana, sebaiknya saya sekarang minta petunjuk
atasan.” Nada bicara David yang sendirian dan tiada yang menolong
memancarkan getaran kesepian dan kuyu, nona petugas pelayanan umum sangat
dapat merasakannya, menilik perkataan dari ujung telepon dia merasakan
seorang asing yang bermoral baik sedang perlu dibantu. Tak lama kemudian,
nona petugas pelayanan umum menelepon ulang pesawat otomat yang sedang
bermasalah itu. Dia berkata kepada David, “Saya telah memperoleh ijin dari
atasan yang berkata uang tersebut untuk anda, karena perusahaan kami saat
ini tidak mempunyai cukup tenaga, tak ingin demi beberapa dollar khusus
mengirim petugas ke sana.” “Hore!”, David meloncat saking gembiranya.
Sekarang, uang logam itu secara sah menjadi miliknya. David membungkukkan
badannya dan dengan seksama nenghitungnya, total berjumlah 9 dollar 50 sen.
Uang sejumlah ini cukup buat David bertahan hingga bekerja memperoleh upah
pertamanya pada saat liburan nanti. Dalam perjalanan ke kampus, David
tersenyum terus sepanjang jalan. Ia memutuskan membeli makanan dengan
menggunakan uang itu lantas mencari pekerjaan.

Dalam sekejap liburan telah tiba, David telah memperoleh pekerjaan sebagai
pengelola gudang supermarket. Pada hari tersebut, David menjumpai boss
perusahaan supermarket, menceritakan kepadanya tentang kejadian di telepon
umum dan keinginannya untuk mencari pekerjaan. Si boss supermarket
memberitahu David boleh datang bekerja setiap saat, tidak hanya pada liburan
saja, sewaktu kuliah dan tidak terlalu sibuk juga boleh bergabung, karena
boss supermarket merasa David adalah orang yang tulus dan jujur, terutama
adalah orang yang seksama, membenahi gudang mutlak bisa dipercaya. David
bekerja dengan sangat giat, boss sangat mengapresiasinya dan juga merasa
kasihan. Si boss memberinya upah dobel. Sesudah menerima gaji, David
mengirimkan keseluruhan gajinya kepada sang ibu, karena pada saat itu David
sudah mendapatkan info bahwa ia berhasil memperoleh bea siswa untuk satu
semester berikutnya.

Sesudah 1 bulan, uang dikirim balik ke David. Sang ibu menulis di dalam
suratnya: “Penyakit ayahmu sudah agak sembuh, saya juga telah mendapatkan
pekerjaan, bisa mempertahankan hidup. Kamu harus belajar dengan baik, jangan
sampai kelaparan.” Sesudah membaca surat itu, David menangis lagi. David
tahu, meski orang tuanya menahan lapar, juga tidak bakal meminta uang kepada
David yang sedang perlu dibantu. Setiap kali memikirkan hal ini, David
berlinang bersimbah air mata, sulit menenangkan gejolak hatinya. Setahun
kemudian, David dengan lancar menyelesaikan kuliahnya. Setelah lulus, David
membuka sebuah perusahaan, tahun pertama, David sudah mengantongi laba US $
100.000. Ia senantiasa tak bisa melupakan kejadian di telepon umum.

Ia menulis surat kepada perusahaan telepon tersebut: “Hal yang tak bisa saya
lupakan untuk selamanya ialah, perusahaan anda secara tak terduga telah
membantu dana US $ 9,50 kepada saya. Perbuatan amal ini, telah membuat saya
batal menjadi pemuda drop out dan menuju kondisi miskin, bersamaan itu juga
telah memberi saya energi tak terhingga, mendorong saya setiap saat tidak
melupakan untuk berjuang. Kini saya mempunyai uang, saya ingin menyumbang
balik sebanyak US $ 10.000 kepada perusahaan anda, sebagai rasa terima kasih
saya.” Boss perusahaan telpon bernama Bill membalasnya dengan surat yang
dipenuhi antusiasme: “Selamat atas kesuksesan kuliah anda dan usaha yang
telah berkembang. Kami kira, uang tersebut adalah uang yang paling patut
kami keluarkan. Ini bukannya merujuk pada $9,50 yang dikembalikan dengan
$10.000, melainkan uang itu telah membuat seseorang memahami sebuah petuah
tentang prinsip tertinggi kehidupan.” Pelajaran apa yang bisa kita petik
dari kisah di atas? Walau di saat- saat paling sulit, Pertama : Jangan
melupakan harapan selalu ada. Kedua: Jangan lupa menjaga moralitas.

Setelah 20 tahun telah berlalu, bagaimana dengan David? Di kota Chicago,
Amerika, terdapat sebuah gedung mewah, yang tampak luarnya menyerupai sebuah
bilik telepon umum, itu adalah gedung perusahaan ADDC. Pendiri perusahaan
ADDC, Presiden Direktur nya ialah David, selain itu juga David adalah salah
satu penyumbang terbesar untuk badan amal.



Sumber : Lambok A. Sitorus

0 Responses so far.

Post a Comment